Minggu, 14 Agustus 2016



Perlindungan ‘Hak Spiritual’ Dalam Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah :
Praktik di Malaysia dan Indonesia

Ro’fah Setyowati**[1]

ABSTRAK

‘Hak spiritual’ merupakan hak dalam aspek spiritual yang dimiliki oleh setiap orang. Spiritulitas konsumen Muslim dipengaruhi oleh prinsip-prinsip syariah dalam berbagai aspek kehidupannya. Perlindungan terhadap hak spiritual juga dibutuhkan dalam penyelesaian sengketa antara nasabah dengan institusi perbankan syariah. Melalui peraturan perundangan, telah diberikan landasan bagi perlindungan ‘hak spiritual’. Munculnya Putusan MK Nomor 93/PUU-X/2012, hakekatnya juga mengarah pada maksud tersebut. Namun permasalahannya, pasca putusan MK tersebut, masih terdapat pengabaian ‘hak spiritual’. Kajian ini menggunakan dua jenis penelitian gabungan, yang disebut dengan socio-legal research. Beberapa metode pendekatan dilakukan, antara laian : filosofis, historis, analitis kritis, dan komparatif. Metode terakhir, lebih utama digunakan dalam artikel ini. Penggunaan metode ini dikaitkan dengan tujuan kajian ini untuk mengambil pengalaman dari Malaysia yang lebih lama dengan berbagai problematika hukum yang ada, untuk manjadi acuan guna mendapatkan pola perlindungan ‘hak spiritual’ yang lebih efektif di Indonesia dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah. Hasil analisis ini menujukkan bahwa efektifitas perlindungan ‘hak spiritual’ dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah sangat dipengaruhi oleh kebijakan lembaga pemegang otoritas pembinaan, pengawasan dan pengaturan perbankan syariah. Dalam konteks ini, di Malaysia ialah BNM, sementara di Indonesia ialah OJK.


Kata Kunci : Perlindungan, ‘hak spiritual’, penyelesaian sengketa, perbankan syariah, Malaysia, Indonesia 




**Dosen Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia. Email : rofahundip@gmail.com. (081325609756)

Jumat, 12 Agustus 2016


Pengenalan APPHEISI



Lembaga keuangan Islam telah 24 tahun tumbuh dan berkembang di Indonesia. Namun, sampai saat ini, persoalan SDI (sumber daya insan) masih merupakan kendala sekaligus tantangan terbesar. Problematika tersebut sangat berpengaruh terhadap realitas, bahwa, industri perbankan syariah yang notabene lebih awal bertumbuh, belum mampu menembus angka 5 % dari total market share industri perbankan keseluruhan. Permasalahan demikian semestinya menjadi perhatian semua pihak terkait, mengingat kendala SDI yang dihadapi tidak hanya pada aspek kualitas, namun juga dalam hal kuantitas. Oleh karenanya, pengabaian terhadap problematika tersebut, dapat berakibat semakin jauhnya cita-cita dan harapan para penggagas dan pegiat ekonomi Islam dalam membuktikan bahwa Islam (ekonomi Islam) sebagai rahmat bagi semesta alam.
Terkait dengan permasalahan tersebut, maka lembaga pendidikan, khususnya Perguruan Tinggi merupakan salah satu institusi terkait, yang paling tepat dan sangat dibutuhkan peranannya dalam mendukung dan mengatasi problematika SDI. Sebagai elemen terdepan dalam pengembangan ilmu dan pendidikan SDI, maka para pengajar yang sekaligus peneliti, mempunyai tanggungjawab moral dan spiritual untuk berpartisipasi terbesar menghadapi persoalan tersebut.
Berdasar pada keprihatinan di atas, pada tahun 2012, Pusat Kajian Hukum dan Ekonomi Islam (PUKAHESI) Fakultas Hukum Universitas Diponegoro menawarkan gagasan tentang perlunya pembentukan Asosiasi Pengajar dan Peneliti Hukum Ekonomi Islam Indonesia (APPHEISI). Hal tersebut baru dapat terealisasi pada tanggal 29 September 2015. Harapan terbesar dengan terbentuknya APPHEISI ialah agar dapat menjadi wadah bagi para pengajar dan atau peneliti Hukum Ekonomi Islam untuk bersinergi dan berkontribusi, terutama dalam memenuhi kebutuhan SDI yang dibutuhkan dalam pengembangan lembaga-lembaga keuangan Islam di negeri ini. Semoga, Allah SWT rabbul izzati meridhoi.




Bersinergi dan Berkontribusi Membangun Negeri Bersama APPHEISI

Asosiasi Pengajar dan Peneliti Hukum Ekonomi Islam Indonesia

(APPHEISI)

Sekretariat :
Jl Prof Soedarto, S.H. , Tembalang, Semarang.
CP. Dian (081575020198)