Hak-hak Nasabah yang Terkait Dengan Jasa Perbankan*)
Ro'fah Setyowati
Dalam sejarah
perkembangan hukum perlindungan konsumen, rumusan hak-hak konsumen sangatlah
penting, karena ketika para pejuang kepentingan perlindungan konsumen mampu
merumuskan secara sistematis dan jelas mengenai hak-hak konsumen, maka pada
saat itu pulalah perjuangan lebih mudah dipahami, dimengerti dan mendapat
dukungan dari pemerintah, masyarakat dan dunia hukum dan pengadilan.[1] Jasa perbankan merupakan produk yang terkait dengan Undang-undang
No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut dengan
UUPK). Hal demikian karena secara yuridis normatif, Penjelasan Umum UUPK
menyebutkan secara tegas UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7
tahun 1992 tentang Perbankan (termasuk pula UUPS 2008) sebagai salah satu
undang-undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen. Terlebih lagi
apabila didasarkan pada pengaduan yang diajukan kepada Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI) , dan beberapa kasus yang diajukan ke Pengadilan.[2]
Hak yang
dikembangkan, baik di Amarika Serikat, masyarakat Eropa, maupun Pedoman Perlindungan
Konsumen Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadi acuan atau referensi dalam
perumusan hak-hak konsumen yang dituangkan dalam Pasal 4 UUPK, yaitu :
1)
Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan.
2)
Hak untuk memilih barang.
3)
Hak atas Informasi.
4)
Hak untuk di dengar pendapatnya.
5)
Hak untuk mendapatkan advokasi.
6)
Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan.
7)
Hak untuk di[erlakukan dan dilayani secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif.
8)
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau
penggantian.
9)
Hak-hak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
lainnya.
Dalam perpektif jasa perbankan syariah, maka hak-hak
tersebut dapat diilustrasikan antara lain sebagai berikut : hak atas keamanan
dari aspek syariah (visi, misi dan operasionalnya tidak bertentangan dengan
prinsip syariah), hak atas informasi produk yang sesuai dengan kebutuhannya,
hak untuk mendapatkan penyelesaian dengan prosedur dan substansi yang sesuai
dengan syariah, bilamana terjadi konflik, bahkan yang mengerah pada sengketa.
Dari paparan singkat diatas, maka dapat dipahami bahwa
bentuk perlindungan khusus syariah bagi
nasabah perbankan syariah ialah berupa terjaminnya penerapan prinsip-prinsip
syariah baik dari produk-produk yang ditawarkan maupun dalam pelaksanaannya.
*) Cuplikan dari paper penulis : Perlindungan Nasabah Perbankan Syariah yang disampaikan dalam International
Conference Corporate Law (ICCL I -
2009), Kerjasama FH UNAIR Surabaya dengan Universiti Utara Malaysia (UUM), 1-3
Juni 2009
[1] Samsul Inosentius, Perlindungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan Prinsip Tanggungjawab
Mutlak , Program Pascasarjana, Fakultas ukum niversitas Indonesia, 2004,
hal. 6.
[2]
Samsul Inosentius, Pengembangan Model
Penyelesaian Sengketa Perbankan Dalam Perspektif Perlindungan Kepentingan
Konsumen, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Bank Indonesia, Vol.
7, Nomor 1, Januari 2009, hal. 15.