Minggu, 05 Februari 2012

Pengertian Hukum Ekonomi Syariah

Pengertian Hukum Ekonomi Syariah
Oleh: Ro'fah Setyowati

Studi tentang ekonomi Islam sudah cukup lama, setua agama Islam itu sendiri. Sebagain besar landasan tentang ekonomi syariah dijumpai dalam literatur Islam seperti tafsir Al Qur’an, syarah al Hadits, dan kitab-kitab fiqh yang ditulis oleh cendekiawan muslim terkenal, diantaranya Abu Yusuf, Abu Hanifah, Ibnu Khaldun, Ibnu Taimiyah dan sebagainya.
Islam sebagai agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk Indonesia, tentu sangat berpengaruh terhadap pola hidup bangsa Indonesia. Perilaku pemeluknya tidak lepas dari syari’at dalam agama Islam. Dengan demikian, pelaksanaan syari’at agama yang berupa hukum-hukum merupakan salah satu parameter ketaatan seseorang dalam menjalankan agamanya.[1]
Guna memahami pengertian hukum ekonomi syariah, maka diperlukan pemahaman terhadap ekonomi syariah secara umum, dan seterusnya mengerucut pada istilah hukum ekonomi syariah itu sendiri.

a.    Ekonomi Syariah
Istilah ekonomi syari’ah atau perekonomian syari’ah hanya dikenal di Indonesia. Sementara di negara-negara lain, istilah tersebut dikenal dengan nama ekonomi Islam (Islamic economy, al-iqtishad al-islami) dan sebagai ilmu disebut ilmu ekonomi Islam (Islamic economics‘ ilm ai-iqtishad al-islami).
Ekonomi atau ilmu ekonomi Islam berbeda dengan ekonomi atau ilmu ekonomi konvensional yang berkembang di dunia dewasa ini. Perbedaan tersebut terutama  dikarenakan, ekonomi Islam terikat kepada nilai-nilai agama Islam, sedangkan ekonomi konvensional memisahkan diri dari agama sejak negara-negara Barat berpegang kepada sekularisme dan menjalankan politik sekularisasi.[2] Sungguhpun demikian, pada dasarnya tidak ada ekonomi yang terpisah dari nilai atau tingkah laku manusia. Namun, pada ekonomi konvensional, nilai yang digunakan adalah nilai-nilai duniawi semata (profane, mundane).
Kajian ilmu ekonomi secara umum sebenarnya menyangkut sikap tingkah laku manusia terhadap masalah produksi, distribusi, konsumsi barang-barang komoditi dan pelayanan. Kajian ilmu ekonomi Islam dari segi ini tidak berbeda dari ekonomi sekuler, akan tetapi dari segi lain ia terikat dengan nilai-nilai Islam,[3] atau dalam istilah sehari-hari, terikat dengan ketentuan halal-haram.[4]
Implementasi dari sistem syariah bisa dibedakan dalam 2 dimensi, makro dan mikro. Dimensi makro lebih menekankan pengaturan ekonomi masyarakat dari sisi etis dan filosofis, seperti bagaimana distribusi kekayaan yang seharusnya oleh negara, pelarangan riba, dan kegiatan ekonomi yang tidak memberikan manfaat, sedangkan pada dimensi mikro lebih menekankan pada aspek profesionalisme dan kompentensi dari pelaksana.
Beberapa nilai-nilai islam yang dapat dilihat dalam konsep makro yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat antara lain :
*      Kaidah Zakat: mengkondisikan perilaku masyarakat yang lebih menyukai berinvestasi dibanding dengan hanya menyimpan hartanya. Aplikasi dari konsep ini terlihat di antaranya pada penetapan besaran pada Zakat Investasi dikenakan hanya pada hasil investasinya, sedangkan pada Zakat Harta Simpanan, dikenakan atas pokoknya;
*      Kaidah Pelarangan Riba: menganjurkan pembiayaan bersifat bagi hasil (equity based financing) dan melarang riba. Seterusnya, sebagai konsekwensi utamanya - diarahkan pada keberanian berusaha dengan menghadapi resiko;
*      Kaidah Pelarangan Judi–Maisir: tercermin dari larangan investasi yang tidak memiliki kaitan dengan sektor riil. Konsekwensi dari konsep ini juga mengarah kepada pengajaran pola hidup produktif dan tidak konsumtif;
*      Kaidah Pelarangan Gharar: mengutamakan transparansi dalam transaksi dan kegiatan operasi lainnya dan menghindari ketidak-jelasan.
Sedangkan nilai-nilai Islam dalam dimensi mikro menghendaki semua dana yang diperoleh dalam sistem ekonomi Islam dikelola dengan integritas tinggi dan sangat hati-hati. Demi menjalankan maksud tersebut, beberapa sifat yang telah ditauladankan oleh Rasulullah SAW yaitu:
*      Shiddiq: memastikan bahwa pengelolaan usaha dilakukan dengan moralitas yang menjunjung tinggi nilai kejujuran, dan tidak dengan cara-cara yang meragukan (subhat) terlebih lagi yang bersifat dilarang (haram).
*      Tabligh: dalam istilah praktis dimaksudkan secara sustainable melakukan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat mengenai prinsip-prinsip Islam yang perlu dijadikan pedoman dalam bermuamalah, termasuk segala manfaat dan resiko yang menyertainya serta cara mengatasinya bagi pengguna. Dalam konteks ini pula, sebaiknya tidak mengedepankan pemenuhan prinsip syariah semata, namun juga harus dipadukan dengan berbagai situasi dan kondisi sosial masyarakat.
*      Amanah: menjaga dengan ketat prinsip kehatia-hatian dan kejujuran dalam mengelola dana yang diperoleh dari shahibul maal selaku pemilik dana, sehingga timbul saling percaya antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib).
*      Fathanah: memastikan bahwa pengelola usaha berbasis syariah dilakukan secara profesional dan kompetitif sehingga menghasilkan keuntungan maksimum, termasuk pengelolaan dengan penuh kesantunan (ri’ayah) dan penuh rasa tanggung jawab (mas’uliyah).[5]
Berdasarkan penjelasan Pasal 49 Huruf i Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama , yang dimaksud dengan Ekonomi Syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syarlah; meliputi: a. Bank Syariah; b.asuransi syariah; c. reasuransi syariah; d. reksa dana syariah; e. obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah; f. sekuritas syariah, g. pembiayaan syariah; h. pegadaian syariah; i. dana pensiun lembaga keuangan syariah; j. bisnis – syariah; dan k. lembaga keuangan mikro syariah.

b.    Hukum Ekonomi Syariah
Kata hukum yang dikenal dalam bahasa indonesia berasal dari bahasa Arab hukm yang berarti putusan (judgement) atau ketetapan (Provision). Dalam ensiklopedi Hukum Islam, hukum berarti menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya.[6]
Sebagaimana telah disebut diatas, bahwa kajian ilmu ekonomi Islam terikat dengan nilai-nilai Islam, atau dalam istilah sehari-hari terikat dengan ketentuan halal-haram, sementara persoalan halal-haram merupakan salah satu lingkup kajian hukukm, maka hal tersebut menunjukkan keterkaitan yang erat antara hukum, ekonomi dan syariah. Pemakaian kata syariah sebagai fiqh tampak secara khusus pada pencantuman syariah Islam sebagai sumber legislasi dibeberapa negara muslim, perbankan syariah, asuransi syariah, ekonomi syariah.
Dari sudut pandang ajaran Islam, istilah syariah sama dengan syariat (ta marbuthoh dibelakang dibaca dengan ha) yang pengertiannya berkembang mengarah pada makna fiqh, dan bukan sekedar ayat-ayat atau hadits-hadits hukum. Dengan demikian yang dimaksud dengan Ekonomi Syariah adalah dalil-dalil pokok mengenai Ekonomi yang ada dalam Al Qur’an dan Hadits. Hal ini memberikan tuntutan kepada masyarakat Islam di Indonesia untuk membuat dan menerapkan sistem ekonomi dan hukum ekonomi berdasarkan dalil-dalil pokok yang ada dalam Al Qur’an dan Hadits. Dengan demikian, dua istilah tersebut, apabila disebut dengan istilah singkat ialah sebagai Sistem Ekonomi Syariah dan Hukum Ekonomi Syariah.
Sistem Ekonomi Syariah pada suatu sisi dan Hukum Ekonomi Syariah pada sisi lain menjadi permasalahan yang harus dibangun berdasarkan amanah UU di Indonesia. Untuk membangun Sistem Ekonomi Syariah diperlukan kemauan masyarakat untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan Fiqih di bidang ekonomi, sedangkan untuk membangun Hukum Ekonomi Syariah diperlukan kemauan politik untuk mengadopsi hukum Fiqih dengan penyesuaian terhadap situasi dan kondisi masyarakat Indonesia. Adopsi yang demikian harus merupakan ijtihad para fukoha, ulama dan pemerintah, sehingga hukum bisa bersifat memaksa sebagai hukum.
Dalam konteks masyarakat, ‘Hukum Ekonomi Syariah’ berarti Hukum Ekonomi Islam yang digali dari sistem Ekonomi Islam yang ada dalam masyarakat, yang merupakan pelaksanaan Fiqih di bidang ekonomi oleh masyarakat. Pelaksanaan Sistem Ekonomi oleh masyarakat membutuhkan hukum untuk mengatur guna meciptakan tertib hukum dan menyelesaikan masalah sengketa yang pasti timbul pada interaksi ekonomi. Dengan kata lain Sistem Ekonomi Syariah memerlukan dukungan Hukum Ekonomi Syariah untuk menyelesaikan berbagai sengketa yang mungkin muncul dalam masyarakat.
Produk hukum ekonomi syariah secara kongkret di Indonesia khususnya dapat dilihat dari pengakuan atas fatwa Dewan Syariah Nasional, sebagai hukum materiil ekonomi syariah, untuk kemudian sebagiannya dituangkan dalam PBI atau SEBI. Demikian juga dalam bentuk undang-undang, seperti contohnya Undang-undang No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat, Undang-undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, dan lain sebagainya, diharapkan dapat mengisi kekosongan perundang-undangan dalam bidang ekonomi syaraiah.
Untuk bidang asuransi, reksadana, obligasi dan pasar modal syariah serta lembaga keuangan syariah lainnya tentu juga memerlukan peraturan perundangan tersendiri untuk pengembangannya, selain peraturan perundangan lain yang sudah ada sebelumnya. Bahan baku UU tersebut antaralain ialah kajian fiqh dari para fuqaha. 
Kehadiran hukum ekonomi ysriah dalam tata hukum Indonesia dewasa ini sesungguhnya tidak lagi hanya sekedar karena tuntutan sejarah dan kependudukan (karena mayoritas beragama Islam) seperti anggapan sebagian orang/pihak; akan tetapi, lebih jauh dari itu, juga disebabkan kebutuhan masyarakat luas setelah diketahui dan dirasakan benar betapa adil dan meratanya sistem ekonomi syariah dalam mengawal kesejahteraan rakyat yang dicita-citakan oleh bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini seiring dengan perkembangan masyarakat yang semakin kritis tentang mekanisme investasi dengan sistem berbagi laba dan rugi itu diterapkan dan bedampak lebih baik.        

Kegiatan para pelaku ekonomi sebagai subjek hukum selalu menunjukkan kecenderungan semakin mapan dengan frekuensi yang semakin cepat dan jenis hubungan hukum yang semakin beragam. Pada dasarnya hukum ekonomi selalu berkembang berdasarkan adanya;
            1. peluang bisnis/usaha baru;
            2. komoditi baru yang ditawarkan oleh iptek/teknologi;
            3. permintaan komoditi baru;
            4. kecenderungan perubahan pasar;
            5. kebutuhan-kebutuhan baru di dalam pasar;
            6. perubahan politik ekonomi;
            7. berbagai faktor pendorong lain, misalnya pergeseran politik dan pangsa pasar.
Guna memenuhi dan mengantisipasi kemungkinan peluang yang ada, maka ’hukum’ seharusnya mampu memberikan solusi yang sesuai dengan perkembangan dunia bisnis. Dalam kontek ini, kajian hukum yang diperlukan ialah kajian hukum ekonomi dan kajian hukum bisnis yang dipadukan dengan prinsip-prinsip Islam. Dengan demikian, diharapkan hukum ekonomi/hukum bisnis, pada hakikatnya juga selalu dapat dan mampu berkembang sesuai kebutuhan jaman.
Wallahu’a’lam bishshowab.

-alh-rf-

Bangi, 5 Feb 2012


[1]  Muchsin, SH, “Masa Depan Hukum Islam di Indonesia”, Depok, Kamis, 07 Desember 2006, hal. 2
[2] Khursid Ahmad (ed.), Studies in Islamic Economics (Leicester: The Islamic Foundation, 1983),  hal . xii-xvii
[3] Monser Kahf, diterjemahkan oleh Rifyal Ka’bah, Deskripsi Ekonomi Islam (Jakarta: Penerbit Minaret, 1987), hal. 11
[4] Rifyal Ka’abah, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah Sebagai Sebuah Kewenangan Baru Peradilan Agama,  Majalah Hukum VARIA PERADILAN Tahun ke XXI No. 245 APRIL 2006, hal. 12

[5]  Rahmat Riyadi, ” Konsep dan Strategi Pemberdayaan LKMS di Indonesia”,  Seminar Nasional Kontribusi Hukum Dalam Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah (LKMS), Bagian Keperdataan dan Pusat Kajian Hukum Ekonomi Islam Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 18 Desember 2007, hal. 4-5
[6]  HA. Hafizh Dasuki, Ensiklopedi Hukum Islam, PT Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, FIK-IMA, 1997, hal. 571

21 komentar:

  1. Siip Mbak Rofah............belajar banyak dari Mbak yach.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah... Insya Allah kita saling berbagi ya... Makasih banyak.

      Hapus
  2. alhamdulillah....... akhirnye ketemu juga yang kucari utk bahan referensiku. tq banget atas infonya, semoga bermanfaat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amiiin...Alhamdulillah jika tulisan ini dapat membantu. Apabila memerlukan lebih banyak referensi yang lain.. silahkan. Barakallah...

      Hapus
  3. sangat membantu untuk membuat tugas kuliah

    kuliahumum.mywapblog.com

    BalasHapus
  4. Sungguh mengagumkan,di islam semua ada aturanya,,dan aturanya di buat untuk kehidupan

    BalasHapus
  5. Ini adalah dasar ilmu yg patut kita pelajari

    BalasHapus
  6. hukum ekonomi syariah merupakan ilmu yang halal bagi saya untuk di pelajari karna aturan yg ada berdasarkan hukum islam yg bersih dan akuntabel

    BalasHapus